Jumat, 28 Oktober 2011

Indonesian Premier League vs Indonesian Super League Part2




"kalau kita membalas suatu serangan keras penuh tenaga dengan serangan balik yg penuh tenaga pula maka keseimbangan dalam tubuh kita sendiri akan hilang dan tubuh kita akan berada dalam kondisi yang sangat tidak stabil "


Liga domestik Indonesia akan menjadi dua lagi?...masih buram untuk memastikannya. karena masih panjang jalan cerita serta intrik-intrik para lakon di dunia sepakbola kita ini. Perubahan yang berlangsung sudah berjalan begitu cepat, tidak lagi mengikuti hitungan hari tetapi mengikuti hitungan detik.

Berita terkininya, ada surat balasan dari FIFA/AFC menjawab laporan salah satu exco PSSI mengenai pelanggaran-pelanggaran statuta yang dilakukan PSSI. Dalam surat tersebut, FIFA/AFC menolak melakukan intervensi karena masalah tersebut merupakan masalah internal PSSI. FIFA/AFC memberikan saran berupa penyelesaian melalui komite arbitrase atau melalui kongres yang memiliki hierarki tertinggi dalam pengambilan keputusan di dalam federasi. Sementara itu kemarin malamPT Liga Indonesia mengadakan RUPS. Dalam RUPS yang dianggap cacat hukum oleh PSSI ini dihadiri oleh
14 Tim yang antara lain Persipura Jayapura, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, PSPS PEKANBARU, Pelita Jaya FC Karawang, Persiwa Wamena, Persela Lamongan, Deltras Sidoarjo, Persiba Balikpapan, Persisam Putra Samarinda, Mitra Kukar, Persidafon Dafonsoro, Persib Bandung , Persijap Jepara. Sementara sehari sebelumnya PT. LPIS yang ditunjuk oleh PSSI untuk menyelenggarakan Liga Domestik di Indonesia, mengumumkan hasil daftar ulang klub-klub yang bersedia mengikuti IPL, yang diikuti oleh Persiraja Banda Aceh, PSMS Medan, Semen Padang, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persijap Jepara, Persiba Bantul, Persibo Bojonegoro, Persebaya, Persema Malang, Arema, PSM Makassar, Bontang FC, Persidafon Dafonsoro, Persiwa Wamena, Persipura Jayapura, Mitra Kukar dan Sriwijaya FC. Ada beberapa tim yang diklaim oleh dua belah pihak mengikuti kompetisi mereka.

Tim kebanggaan kami sendiri, Arema, sudah menjadi korban perseteruan dua kubu ini. Berawal dari keputusan PSSI dengan melegalkan salah satu pihak sebagai pengelola resmi Arema yang uniknya pihak tersebut ternyata kurang bisa diterima oleh sebagian nawak Aremania (untuk masalah ini sudah pernah kami tuangkan dalam tulisan berjudul "Trust No One But Arema). Untuk kali ini, kami ingin menuliskan pendapat bukan tentang Arema lagi, tetapi berkenaan dengan sepak bola Indonesia yang semakin membingungkan.

Sebagai orang awam, keputusan-keputusan PSSI era baru ini memang cenderung aneh. Sekilas, ada kesan "pokoknya produk rezim NH dan kroni, pasti diberangus" dan digantikan oleh unsur produk baru yang revolusioner yang uniknya tercium aroma LPI yang kuat. Dengan mata telanjang pun seseorang yang sangat awam sepakbola akan berpendapat kalau
PSSI sudah mulai 'ngelantur' dan 'nyleneh' dengan keputusan2 yang sudah semakin tidak bijak. Mulai dari pemutusan sepihak kontrak Alfred Riedl dan digantikan oleh Wim Rijsbergen sang mantan pelatih kontestan LPI PSM Makassar, pergantian manajer Timnas kepada Ferry Kodrat yang orang LPI dari tim Persibo, penunjukan PT. LPIS sebagai pelaksana Liga menggantikan PT. LI. Dan yang paling heboh dan membuat gempar sepakbola Indonesia adalah penambahan kontestan liga dari 18 tim menjadi 24 tim. Keenam tim tersebut berhak naik kelas disertai bermacam alasan. Diantara keenam tim tersebut, Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan Bontang FC. Bontang berhak naik kelas ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia tanpa disertai alasan-alasan yang logis olahraga yakni prestasi. Hanya karena Surabaya dan Medan dianggap ikon sepakbola yang kental sejarah sepakbolanya, dan Bontang FC sebagai tim terdegradasi terbaik. Sungguh wajar jika keputusan ini sangat melukai seluruh pelaku sepakbola Indonesia, terutama tim-tim yang susah payah bergelut mulai dari bawah.

Memang pertanggungjawaban atas gejolak yang muncul akibat keputusan ini adalah PSSI, tetapi sikap toleransi, tahu diri dan tahu malu semestinya harus muncul dari para klub penerima tiket gratis terebut. Kalau mereka menghormati sportivitas, mereka harusnya menolak keputusan tersebut demi menghindarkan konflik antar sesama klub. Yang terjadi sekarang ini mereka malah menerima dan mati-matian membela tiket gratis tersebut.

Langkah dari PSSI dengan memberi tiket gratis kepada 6 klub tersebut menyebabkan munculnya reaksi penolakan dari tim-tim yang dulunya berkompetisi di bawah bendera Liga Indonesia. Mereka bersepakat membentuk liga sendiri berbeda dan berdiri sendiri lepas dari liga yang digulirkan oleh PSSI. Berbagai alasan yang diutarakan sebagai pembenar langkah ini terdengar bernada kebencian dan pembalasan kepada kubu berseberangan. Kata pertama yang muncul dari benak kami adalah "TIDAK SETUJU" dengan liga sempalan ini, persis sama dengan ketidak setujuan kami pembentukan LPI berdalih revolusi kemarin. Masih kental ingatan kami akan kasus LPI musim lalu (juga sempat kami tulis di artikel "LSI vs LPI "Real big Match 2011"). Dengan alasan dan kondisi apapun, penyelenggaraan sesuatu yang bersifat tandingan dari pihak yang berseberangan hanya akan memulai masalah baru, termasuk dalam hal ini penyelenggaraan liga sepakbola. Masalah yang muncul sekarang ini pun tidak jauh-jauh, muaranya berawal dari lahirnya breakaway league yang lalu, LPI. Hal-hal semacam ini cenderung memperburuk keadaan dan bisa berakibat prestasi akan semakin jauh tertinggal dari negara-negara lain.

Ada quote bagus yang bisa dijadikan pelajaran dari komik Jepang 'Kungfu Boy'. Ketika tokoh utamanya 'Chinmi' belajar kungfu satu jari (bukan satu jiwa ... hehe), sang mentor memberikan satu kunci utama yang merupakan inti dari kungfu satu jari. "
kalau kita membalas suatu serangan keras penuh tenaga dengan serangan balik yg penuh tenaga pula maka keseimbangan dalam tubuh kita yang diserang akan hilang dan tubuh akan berada dalam kondisi yang sangat tidak stabil ". Suatu serangan penuh tenaga yang dilancarkan lawan jika kita balas dengan serangan yang penuh tenaga pula, yang ada adalah menghasilkan tumbukan dua energi yang sangat besar, yang malahan bisa merobohkan kedua belah pihak. Demikian halnya dengan kondisi sepakbola nasional yang tewur ini (bhs Malangnya ruwet).

Semestinya kasus penyelenggaran LPI kemarin bisa dijadikan pelajaran. Diawali dengan melakukan suatu gerakan mengatasnamakan Revolusi dengan segala cara termasuk meluncurkan breakway league, maka apa yang terjadi sekarang ini, dengan keberhasilan pihak-pihak dibelakang LPI mengambil alih kepemimpinan PSSI adalah hasil dari bentuk pemberontakan yang kelebihan tenaga alias kebablasan. Coba bayangkan kalau pada keadaan yang sudah tidak kondusif ini kita bersama melakukan counter attack yang lebih bertenaga lagi, hasil yang pasti kita petik adalah saling balas, saling dendam, kebencian yang semakin mengental dan mendarah daging terhadap kubu yang berseberangan. Seandainya situasi sepakbola yang sudah semrawut ini disikapi langkah yang frontal dengan membentuk liga baru sepertinya akan hanya akan menambah kesemrawutan kondisi persepakbolaan nasional. Terus sampai kapan lagi situasi seperti ini akan berakhir, harapan Timnas kita ikut serta di Piala Dunia akan tinggal impian, demikian juga dengan harapan agar klub-klub kita berprestasi di level internasional . Program sepakbola nasional akan kacau balau, karena satu rezim akan menganggap program lawannya buruk dan serta merta mengganti programnya sendiri yang dianggap lebih baik, demikian juga sebaliknya.

Analogi yang kami ambil adalah mengenai Pemilu Presiden RI. Tidak semua WNI pada pemilu kemsrin memilih bapak SBY sebagai presiden. Semakin lama dirasakan, semakin geram saja pihak yang tidak memilih bapak SBY terhadap kinerja beliau. Tetapi mau bagaimana lagi, presiden terpilih berdasar suara terbanyak. Apakah yang tidak memilih bapak SBY sebagai presiden dan tidak puas dengan kepemimpinannya, harus mendirikan Indonesia tandingan. PSSI memang penuh dengan keputusan yang kontroversial dan merugikan sebagian klub, tapi mau bagaimana lagi.

Tanpa adanya sikap legawa, sabar, saling pengertian untuk membangun keadaan yang lebih baik (apalagi ditunggangi kepentingan politis dan bisnis) maka kondisi ini tidak akan segera berlalu. Segala macam kebohongan dan perilaku hipokrit para pelaku sepakbola nasional hanya akan semakin sering menghiasi media massa. Bukankah FIFA/AFC sudah memberi keluasan wewenang kepada kita sendiri untuk memperbaiki keadaan ini. Seumpama jalan utamanya adalah KLB, janganlah KLB tersebut dijadikan ajang balas dendam. Yang dibutuhkan sekarang ini adalah menumbuhkan kembali sikap saling respek, mau mengakui pendapat orang lain tanpa memvonis orang lain salah dan merasa diri sendiri paling benar, duduk bersama laiknya saudara demi kebaikan persepakbolaan negeri ini dengan melepas kepentingan pribadi, kepentingan golongan dan bahkan kepentingan politis. Kami hanyalah pecinta sepakbola, kami hanyalah pecinta Arema...kami merindukan sepakbola Indonesia..kami merindukan permainan Arema di lapangan hijau...tapi apa yang terjadi sekarang.....Seperti kata Iwan Fals..Sepakbola menjadi barang langka yang mahal......Kepada para stake holder sepakbola Indonesia.....Tolong..Selamatkan sepakbola kami..Jangan Rebut Kegemaran Kami...Karena dihidup yang semakin sulit ini, sepakbola adalah hiburan bagi kami...Lepaskan keegoan kalian..Lepaskan semua kepentingan pribadi dan golongan yang anda semua bawa...Tataplah kedepan untuk kepentingan yang lebih besar, yang lebih agung yaitu berkibarnya merah putih dan terbang tingginya garuda kita di persepakbolaan internasional.......Bravo sepakbola Indonesia...Jaya dan semakin majulah sepakbola Indonesia...Salam Satu Jiwa...AREMA.....


still have a wish...though it's going to fade away......miss you sist........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar