Sabtu, 22 Oktober 2011

Demi Allah, saya lebih sanggup dihukum didunia ini


Di pemerintahan Sayidina Umar Al Khattab r.a., ada seorang lelaki bernama Hassan. Pada suatu hari dia akan mengadakan perjalanan dengan menggunakan ontanya. Setelah lama menunggang kudanya, Hassan merasa letih, kemudian dia turun dari untanya dan bersandar di sebatang pohon lalu tertidur. Setelah sedar dari tidurnya didapatinya ontanya tidak ada. Terburu-buru dia mencari untanya itu. Dalam keadaan cemas, Hassan mendapati untanya, tetapi sudah dalam keadaan telah mati. Alangkah terkejutnya Hassan.

Seorang tua yang berada di sebelah unta Hassan mengaku telah membunuh onta tersebut, "Tetapi saya tidak berniat melakukannya, Onta ini telah memakan tanaman yang sudah aku rawat dengan tekun, jadi saya lempar onta tersebut dengan batu kecil. Ternyata batu itu mengenai tepat kepala onta anda, sehingga matilah onta itu."

Hassan yang sedang dalam keadaan bingung karena terbangun dari tidurnya dan bertambah terkejut karena mendapati ontanya mati, tidak bisa berpikir panjang lagi, amarahnya meledak dan tiba-tiba dia mencabut pedangnya dan diayun ke arah orang itu, orang tua itupun meninggal dengan keadaan leher terpenggal dari badan.

Hassan seakan-akan baru tersadar dari mimpi, dan sedetik itupun dia baru merasa menyesal yang teramat sangat. Dengan tergopoh-gopoh Hassan lalu mencari keluarga si mati dan menceritakan segala-galanya. Hari itu juga, dua orang anak lelaki orang tua itu kemudian membawa Hassan kepada Amirul Mukminin. Hassan pun dihadapkan ke mahkamah pengadilan. Dengan dihadiri oleh beberapa orang Sahabat, pengadilan pun mulai dijalankan.

Setelah mendengar pengakuan Hassan sendiri, Sayidina Umar selaku hakim kemudian menjatuhkan hukuman mati kepada Hassan. Mendengar itu Hassan berkata:

"Demi Allah, saya lebih sanggup dihukum didunia ini, daripada menerima hukuman di Akhirat kelak yaitu Neraka. Tapi wahai Amirul Mukminin, karena rumah saya jauh, saya mohon kebijaksanaan, agar saya diberi kesempatan untuk pulang sejenak. Saya ingin memberitahu keluarga saya, mereka semua belum tahu dan tidak akan tahu kalau saya tidak memberi tahu mereka.".

Sayidina Umar tidak dapat memenuhinya kalau tidak ada yang berani memberikan jaminan akan keberadaan Hassan. Walaupun Hassan terus memohon, tetapi Sayidina Umar tetap tidak bergeming dengan keputusannya.

Akhirnya seorang sahabat yang bernama Abu Dzar berkata "Sekalipun saya tidak mengenal saudara Hassan, namu atas nama sahabat Rasulullah, saya minta tuan hakim untuk mengabulkan permohonan Hassan. Jika nantinya saudara Hassan tidak datang pada hari dijatuhkannya hukuman, maka biarlah saya yang menggantikan posisi saudara Hassan untuk menjalani hukuman."

Dengan adanya jaminan dari sahabat Abu Dzar tersebut, maka Hassan pun diperkenankan untuk pulang ke kampungnya. Sesampai di rumah, Hassan kemudian memberitahu keluarganya tentang apa yang sudah terjadi kepadanya, sembari meminta maaf kepada seluruh keluarganya, Hassan berkata, “Biarlah saya jalani hukuman di dunia dari pada saya akan menerima hukuman di Akhirat kelak.”

Menangislah ibu, bapak dan anak-isterinya. Tetapi Hassan tidak pada pendiriannya. Secepatnya dia kembali ke pengadilan yang letaknya lumayan jauh, terus dipacu Ontanya menuju ke tempat pengadilan. Hanya kepada Allah lah dia merasa takut.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba tali kekang kudanya putus. Sekali lagi Hassan sangat kuatir kalau-kalau dia tidak akan bisa tiba kembali di pengadilan secara tepat waktu dimana hukuman mati baginya akan dilaksanakan. Dengan susah payah, hassan berhasil menyambung tali kekang ontanya tersebut dan dengan tergesa-gesa dia kembali memacu ontanya menuju ke tempat pengadilan. Akhirnya emang dia berhasil sampai di pengadilan akan tetapi waktu pelaksanaan hukuman sudah habis.

Di tempat eksekusi, dikarenakan waktu yang diberikan kepada Hassan sudah habis, maka Abu Dzar bersiap menggantikan tempat Hassan. Dalam suasana kepanikan dan kecemasan yang memuncak, tiba-tiba dari kejauhan, nampak onta yang dipacu Hassan berlari kencang menuju ke tempat itu. Setelah yakin yang datang tersebut adalah Hassan, mereka semua berteriak, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Suasana tiba-tiba berganti menjadi sedih dan haru. Betapa jujur anak muda Hassan, dalam memegang janji sekalipun nyawanya akan melayang. Sembari turun dari kudanya, Hassan mengadap tuan hakim dan berkata,

“Demi Allah, saya tidak berniat untuk lari dari hukuman ini. Tali kekang onta saya putus di tengah padang pasir, saya berusaha keras memperbaikinya, Alhamdulillah, saya berhasil dan dengan selamat sampai di sini, tuan hakim.” Kemudian disambungnya, sebelum saya menjalani hukuman, izinkan saya shalat 2 rakaat."

Sayidina Umar pun mengabulkan permohonan Hassan. Dalam doa akhirnya, Hassan berdoa: “Ya Allah, ampunkanlah semua dosaku yang telah aku lakukan didunia ini, sehingga aku dapat terbebas dari siksa api neraka.” Kemudian Hassan pun menghadap menyerahkan dirinya untuk menjalani hukuman mati kepada hakim. Disaat yang sangat genting itu, tiba-tiba dua bersaudara kakak-beradik anak si mati menghadap hakim dan berkata,

"Kami telah menyaksikan kejujuran dan keikhlasan saudara Hassan. Kami juga telah menyaksikan keberanian dan kasih sayang saudara Abu Dzar. Kami juga telah menyaksikan bagaimana ketegasan dan keadilan yang telah diterapkan oleh Amirul Mukminin dalam melaksanakan Hukum Allah, dengan semua kesaksian tersebut kami memperoleh kekuatan untuk meridhakan kematian ayah kami dengan cara memberi maaf saudara kami Hasan. Maka lepaskan saudara kami Hassan dari hukuman ini wahai Amirul Mukminin".

Mendengar itu, semua khalayak yang hadir berteriak “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”. Mereka semua bersyukur karena telah terjadi sebuah kejadian yang menunjukkan semangat persaudaraan Islam disana dengan terampuninya seorang saudara mereka dari hukuman atas kesalahannya di dunia. Adapun hukuman di Akhirat, Wallahu Alam.

Banyak yang dapat kita pelajari dari peristiwa bersejarah itu. Dari seorang tua yang berani mengaku salah sehingga menemui kematian, kemudian Hassan yang berani mengakui kesalahannya dan menyerahkan diri untuk hukum mati. Kemudian Abu Zar yang berjiwa `sahabat` dan sanggup mati kerananya. Hakim yang tegas dan adil. Serta yang terakhir sekali dua beradik yang berhati mulia karena merelakan dan memaafkan pembunuh ayah mereka. Dengan Iman berkobar dihati dan dilandasi kasih sayang sesama makhluk Allah, di zaman Sahabat telah tercatat satu sejarah yang agung yang telah berhasil mengangkat Islam setinggi-tingginya. Beliau-beliau, telah menaklukkan bisikan-bisikan syetan dalam hati sehingga berhasil selamat di alam dunia, begitulah sebenar-benarnya kaum mukmin. Sehingga sesuai janji Allah, akan dianugerahkan Syurga bagi mereka. Sekarang Allah taqdirkan giliran kita, untuk menentukan nasib kita sendiri. Semoga kita menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya mengikuti jejak langkah mereka yang mulia lagi yang diridhai.

Seandainya yang kualami sekarang ini adalah hukuman yang harus kuterima untuk menebus semua kesalahanku....jika itu membawa kebaikan bagi semua meski tidak baik buatku......insya Allah...aku bisa ikhlas menerimanya....hanya kata maaf yang aku mohonkan....sekedar untuk membuatku merasa sedikit lebih baik.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar