Penetapan
awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia memiliki potensi yang cukup
besar. Ini diduga karena belum adanya kesepakatan tentang kriteria hilal dan
metode penentuan itsbat. Di satu sisi,
perbedaan yang muncul adalah bentuk dinamika pemahamaman dan pengambilan hukum
(istinbath) yang diperbolehkan dalam agama.
Menyikapi semua itu, diperlukan kearifan dan kebijakan berpikir dan
bersikap. Namun di sisi lain, pemandangan tersebut dinilai memunculkan kesan
ketidakkompakan umat Islam. Kondisi ini
telah menyita perhatian serius para ulama di Tanah Air. Berbagai upaya juga
telah dilakukan dalam rangka menemukan titik temu kesepakatan terkait kriteria
hilal dan metode penetapannya. Badan
Hisab Rukyat Kementerian Agama, misalnya, mencatat berkali-kali menggelar
pertemuan untuk menguraikan benang kusut tersebut, tapi belum menemukan titik
temu.
Menurut
Muhammadiyah, awal puasa akan terjadi pada 20 Juli 2012. Sedangkan menurut NU
awal puasa akan jatuh pada 21 Juli 2012. Mengenai perbedaan tersebut,
pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama akan melakukan pertemuan khusus
dengan kedua ormas keagamaan tersebut. Namun biasanya, pemerintah selalu
mengikuti kebijakan dari NU baik awal puasa ataupun akhir puasa dan Hari Raya
Idul Fitri. Dalam kesempatan ini, ada
baiknya sebelumnya kita mengetahui apa dan bagaimana kedua metode yang
dipergunakan ormas tersebut guna menentukan jatuhnya awal Ramadhan 1433 H.
Hisab
adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan
pada kalender Hijriyah. Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering
digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi
Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena
menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara
posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda
masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama
untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim
mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri),).
Dalam
Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5
serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjahdikatakan
bahwa Allah memang sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat
menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi
benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban
Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang
telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048
M), Ibnu
Tariq, Al Khawarizmi, Al
Batani, dan Habash.
Dewasa
ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi
yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software)
yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat
dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari,
bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi
geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang
sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut
pula satu periode sinodik.
Rukyat
adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal,
yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan
mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari
terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal
sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah
memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal
bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Aktivitas
rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama kali setelah
ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam
sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang
(Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.
Namun
demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara
ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori
hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram
dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon
(1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika
minimal jarak sudut (arc of light)
antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat.
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih
seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu
dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut.
Penentuan
awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan
ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan
puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam
merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta
Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang
berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan,
adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan
melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar
mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Hal
menarik diutarakan oleh staf pengajar pada Islamic University of Europa, Prof.
Dr. Sofjan Siregar, MA bahwa perbedaan penentuan awal puasa antar negara adalah
hal yang bisa difahami, walau pun tidak mesti terjadi pada masa sekarang yang
serba canggih bahwa setelah konjungsi hilal sudah muncul di atas horizon
setelah terbenam matahari. "Namun
jika perbedaan awal Ramadan di satu negara apalagi di kota yang sama seperti
Jakarta bahkan di satu gang yang sama, maka itu bukan lagi rahmat, namun laknat
bagi umat Islam di tanah air," ujar Sofjan.
Menurut
Sofjan, perbedaan penetapan awal Ramadan sejak dulu bukan karena beda methode
antara rukyah dan hisab, namun karena gengsi antara Muhammadiyah yang
menerapkan methode horizon bebas dan Kemenag yang didominasi pemikiran horizon
lokal. "Karena methode apa pun
yang dipakai jika masing-masing pihak memahami bahwa tujuan dari rukyah dan
hisab adalah sama yaitu hilal, pasti bisa ketemu dan puasa bersama,"
tandas Sofjan. Lanjut Sofjan, hakekat
dan esensi perintah merukyah bukan ibadah dan tidak boleh disakralkan, tapi
justru adalah untuk mengetahui apakah hilal sudah muncul atau belum. Jika kita
sudah tahu hilal jauh sebelumnya, mengapa lajnatul isbath Kemenag dan ormas
islam lainnya harus menunggu 29 Syaban setiap tahun untuk observasi hilal? Jika hilal sudah diyakini pasti muncul,
mungkin dilihat di tempat lain, namun tidak mungkin dilihat di Indonesia,
mengapa Kemenag harus mengerahkan massa memantau hilal di beberapa titik di
tanah air pada 29 Syaban? "Artinya
kenapa anggaran observasi dialokasikan dan dicairkan padahal sudah tahu
haqqulyakin bahwa hilal untuk tahun ini pada tanggal tersebut tidak bisa
dirukyah?Bukankah ini suatu pembodohan umat?," gugat Sofjan.
Dijelaskan,
untuk tahun ini konjungsi matahari dan bulan terjadi pada Kamis 19 Juli 2012
pukul 04.24 UT, 07.24 waktu Mekkah. Kondisi hilal di Indonesia sulit dirukyah
karena ketinggian hilal kurang dari 2 derajat, walau pun sebenarnya ketinggian
hilal 1 derajat pun pernah bisa dirukyah pada 1971 di Indonesia. Yang jelas, lanjut Sofjan, hilal sudah ada
setelah matahari terbenam dan berumur lebih dari 8 jam setelah konjungsi.
Kemungkinan dilihat di Mekkah ada selama sekitar 6 menit setelah matahari terbenam
pada pukul 19.05 waktu setempat, lalu hilal tenggelam pada pukul 19.11. Dalam pandangan Sofjan, hanya ada satu solusi
yaitu bubarkan lajnatul isbat dan ganti dengan lajnatul falak. Artinya, tidak
mesti kumpul dan kongko-kongko lagi di Kemenag pada setiap tanggal 29 Syaban,
tapi tentukan jauh sebelumnya bahwa puasa jatuh pada hari sekian dan tanggal
sekian. Kemenag tahun ini harus berani
menggunakan otoritasnya untuk mengumumkan awal puasa beberapa hari sebelum
akhir Syaban dan menyiarkan puasa serentak pada 20 Juli 2012. Kemenag harus
membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lilalamin bukan laknatan lilalamin.
"Adalah
suatu kesalahan besar jika beberapa ormas Islam dan lajnatul isbath Kemenag
masih bersikeras mempertahankan tradisi dan adat yang tidak ada kaitannya
dengan ibadat. Merukyah sendiri, dengan melakukan methode horizon lokal,
berarti mempersempit rahmat dan menyebar laknat terhadap umat Islam di tanah
air," demikian Sofjan.
Di
Arab Saudi sendiri Sheikh Abdullah Al-Manie salah satu anggota Dewan Ulama
senior di Arab Saudi, mengatakan bahwa awal puasa akan jatuh pada Jumat, 20
Juli 2012. Sedangkan untuk Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu, 19
Agustus 2012. Al-Manie menegaskan, puasa akhir di bulan Ramadhan 1433 Hijriyah
akan jatuh pada Sabtu, 18 Agustus 2012. Menurutnya, penentuan awal Ramadhan,
Idul Fitri dan bulan Haji adalah salah satu persiapan untuk melihat bulan baru.
Nantinya penentuan tersebut akan memudahkan umat Islam dalam menentukan
bulan-bulan Islam berikutnya. “Matahari akan ditetapkan pada tanggal 29 Syawal
(bulan ke-10 Hijriyah setelah Ramdhan) yang sesuai dengan 9 Oktober pada 06:23,
lima menit sebelum bulan akan ditetapkan pada 6:28 pm,” ujar Al-Manie seperti
dikutip dari berita lokal Arab Saudi. Sementara itu, menurut Al-Manie, Hari
Raya Idul Adha akan jatuh pada 26 Oktober 2012. Hal ini dikarenakan hari
pertama Dzulqaidah jatuh pada hari Senin, 17 September 2012, sedangkan
Dzulhijah dimulai pada 17 Oktober 2012.
Kontroversi perbedaan
penentuan awal dan akhir puasa bulan suci Ramadhan antara Nahdlatul
Ulama (NU) dengan Muhammadiyah kembali terjadi di tahun 2012 ini. Lalu
bagaimana dengan penentuan awal puasa versi ulama Arab Saudi?
Sheikh Abdullah Al-Manie salah satu anggota Dewan Ulama senior di Arab
Saudi, mengatakan bahwa awal puasa akan jatuh pada Jumat, 20 Juli 2012.
Sedangkan untuk Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu, 19
Agustus 2012.
Al-Manie menegaskan, puasa akhir di bulan Ramadhan 1433 Hijriyah akan
jatuh pada Sabtu, 18 Agustus 2012. Menurutnya, penentuan awal Ramadhan,
Idul Fitri dan bulan Haji adalah salah satu persiapan untuk melihat
bulan baru.
Nantinya penentuan tersebut akan memudahkan umat Islam dalam menentukan
bulan-bulan Islam berikutnya. “Matahari akan ditetapkan pada tanggal 29
Syawal (bulan ke-10 Hijriyah setelah Ramdhan) yang sesuai dengan 9
Oktober pada 06:23, lima menit sebelum bulan akan ditetapkan pada 6:28
pm,” ujar Al-Manie seperti dikutip dari berita lokal Arab Saudi.
Sementara itu, menurut Al-Manie, Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada 26
Oktober 2012. Hal ini dikarenakan hari pertama Dzulqaidah jatuh pada
hari Senin, 17 September 2012, sedangkan Dzulhijah dimulai pada 17
Oktober 2012.
Sementara itu, di Indonesia terjadi perbedaan dalam menentukan awal
puasa Ramadhan 2012. Menurut Muhammadiyah, awal puasa akan terjadi pada
20 Juli 2012. Sedangkan menurut NU awal puasa akan jatuh pada 21 Juli
2012.
Mengenai perbedaan tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini
Kementerian Agama akan melakukan pertemuan khusus dengan kedua ormas
keagamaan tersebut. Namun biasanya, pemerintah selalu mengikuti
kebijakan dari NU baik awal puasa ataupun akhir puasa dan Hari Raya Idul
Fitri.
Read more at: http://ciricara.com/2012/07/04/ulama-arab-awal-puasa-ramadhan-1433-jatuh-pada-20-juli-2012/
Copyright © CiriCara.com
Read more at: http://ciricara.com/2012/07/04/ulama-arab-awal-puasa-ramadhan-1433-jatuh-pada-20-juli-2012/
Copyright © CiriCara.com
Selama kelompok-kelompok ummat di negeri ini masih bertahan dgn dalil dan kriteria yg berbeda, maka selama itu pula akan terjadi perbedaan penentuan awal ibadah puasa dan hari raya 'Idul Fitri. Rakyat di negeri menganut pola kepemimpinan figur tokoh bukan kepemimpinan negara. Yg diucapkan Pemimpin aliran itulah yg dianut bukan mematuhi putusan Pemerintah.
BalasHapus