Sabtu, 14 Juli 2012

Perbedaan Awal Ramadhan 1433 H


Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar. Ini diduga karena belum adanya kesepakatan tentang kriteria hilal dan metode penentuan itsbat.  Di satu sisi, perbedaan yang muncul adalah bentuk dinamika pemahamaman dan pengambilan hukum (istinbath) yang diperbolehkan dalam agama.  Menyikapi semua itu, diperlukan kearifan dan kebijakan berpikir dan bersikap. Namun di sisi lain, pemandangan tersebut dinilai memunculkan kesan ketidakkompakan umat Islam.  Kondisi ini telah menyita perhatian serius para ulama di Tanah Air. Berbagai upaya juga telah dilakukan dalam rangka menemukan titik temu kesepakatan terkait kriteria hilal dan metode penetapannya.  Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, misalnya, mencatat berkali-kali menggelar pertemuan untuk menguraikan benang kusut tersebut, tapi belum menemukan titik temu. 
Menurut Muhammadiyah, awal puasa akan terjadi pada 20 Juli 2012. Sedangkan menurut NU awal puasa akan jatuh pada 21 Juli 2012. Mengenai perbedaan tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama akan melakukan pertemuan khusus dengan kedua ormas keagamaan tersebut. Namun biasanya, pemerintah selalu mengikuti kebijakan dari NU baik awal puasa ataupun akhir puasa dan Hari Raya Idul Fitri.  Dalam kesempatan ini, ada baiknya sebelumnya kita mengetahui apa dan bagaimana kedua metode yang dipergunakan ormas tersebut guna menentukan jatuhnya awal Ramadhan 1433 H.
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.  Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri),). 
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjahdikatakan bahwa Allah memang sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.  Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash. 
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik. 
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.  
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1. 
Namun demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat.  Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut. 
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).  Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Hal menarik diutarakan oleh staf pengajar pada Islamic University of Europa, Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA bahwa perbedaan penentuan awal puasa antar negara adalah hal yang bisa difahami, walau pun tidak mesti terjadi pada masa sekarang yang serba canggih bahwa setelah konjungsi hilal sudah muncul di atas horizon setelah terbenam matahari.  "Namun jika perbedaan awal Ramadan di satu negara apalagi di kota yang sama seperti Jakarta bahkan di satu gang yang sama, maka itu bukan lagi rahmat, namun laknat bagi umat Islam di tanah air," ujar Sofjan. 
Menurut Sofjan, perbedaan penetapan awal Ramadan sejak dulu bukan karena beda methode antara rukyah dan hisab, namun karena gengsi antara Muhammadiyah yang menerapkan methode horizon bebas dan Kemenag yang didominasi pemikiran horizon lokal.   "Karena methode apa pun yang dipakai jika masing-masing pihak memahami bahwa tujuan dari rukyah dan hisab adalah sama yaitu hilal, pasti bisa ketemu dan puasa bersama," tandas Sofjan.   Lanjut Sofjan, hakekat dan esensi perintah merukyah bukan ibadah dan tidak boleh disakralkan, tapi justru adalah untuk mengetahui apakah hilal sudah muncul atau belum. Jika kita sudah tahu hilal jauh sebelumnya, mengapa lajnatul isbath Kemenag dan ormas islam lainnya harus menunggu 29 Syaban setiap tahun untuk observasi hilal?   Jika hilal sudah diyakini pasti muncul, mungkin dilihat di tempat lain, namun tidak mungkin dilihat di Indonesia, mengapa Kemenag harus mengerahkan massa memantau hilal di beberapa titik di tanah air pada 29 Syaban?   "Artinya kenapa anggaran observasi dialokasikan dan dicairkan padahal sudah tahu haqqulyakin bahwa hilal untuk tahun ini pada tanggal tersebut tidak bisa dirukyah?Bukankah ini suatu pembodohan umat?," gugat Sofjan.
Dijelaskan, untuk tahun ini konjungsi matahari dan bulan terjadi pada Kamis 19 Juli 2012 pukul 04.24 UT, 07.24 waktu Mekkah. Kondisi hilal di Indonesia sulit dirukyah karena ketinggian hilal kurang dari 2 derajat, walau pun sebenarnya ketinggian hilal 1 derajat pun pernah bisa dirukyah pada 1971 di Indonesia.   Yang jelas, lanjut Sofjan, hilal sudah ada setelah matahari terbenam dan berumur lebih dari 8 jam setelah konjungsi. Kemungkinan dilihat di Mekkah ada selama sekitar 6 menit setelah matahari terbenam pada pukul 19.05 waktu setempat, lalu hilal tenggelam pada pukul 19.11.   Dalam pandangan Sofjan, hanya ada satu solusi yaitu bubarkan lajnatul isbat dan ganti dengan lajnatul falak. Artinya, tidak mesti kumpul dan kongko-kongko lagi di Kemenag pada setiap tanggal 29 Syaban, tapi tentukan jauh sebelumnya bahwa puasa jatuh pada hari sekian dan tanggal sekian.   Kemenag tahun ini harus berani menggunakan otoritasnya untuk mengumumkan awal puasa beberapa hari sebelum akhir Syaban dan menyiarkan puasa serentak pada 20 Juli 2012. Kemenag harus membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lilalamin bukan laknatan lilalamin.
"Adalah suatu kesalahan besar jika beberapa ormas Islam dan lajnatul isbath Kemenag masih bersikeras mempertahankan tradisi dan adat yang tidak ada kaitannya dengan ibadat. Merukyah sendiri, dengan melakukan methode horizon lokal, berarti mempersempit rahmat dan menyebar laknat terhadap umat Islam di tanah air," demikian Sofjan. 
Di Arab Saudi sendiri Sheikh Abdullah Al-Manie salah satu anggota Dewan Ulama senior di Arab Saudi, mengatakan bahwa awal puasa akan jatuh pada Jumat, 20 Juli 2012. Sedangkan untuk Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu, 19 Agustus 2012. Al-Manie menegaskan, puasa akhir di bulan Ramadhan 1433 Hijriyah akan jatuh pada Sabtu, 18 Agustus 2012. Menurutnya, penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan bulan Haji adalah salah satu persiapan untuk melihat bulan baru. Nantinya penentuan tersebut akan memudahkan umat Islam dalam menentukan bulan-bulan Islam berikutnya. “Matahari akan ditetapkan pada tanggal 29 Syawal (bulan ke-10 Hijriyah setelah Ramdhan) yang sesuai dengan 9 Oktober pada 06:23, lima menit sebelum bulan akan ditetapkan pada 6:28 pm,” ujar Al-Manie seperti dikutip dari berita lokal Arab Saudi. Sementara itu, menurut Al-Manie, Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada 26 Oktober 2012. Hal ini dikarenakan hari pertama Dzulqaidah jatuh pada hari Senin, 17 September 2012, sedangkan Dzulhijah dimulai pada 17 Oktober 2012.     
Kontroversi perbedaan penentuan awal dan akhir puasa bulan suci Ramadhan antara Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah kembali terjadi di tahun 2012 ini. Lalu bagaimana dengan penentuan awal puasa versi ulama Arab Saudi? Sheikh Abdullah Al-Manie salah satu anggota Dewan Ulama senior di Arab Saudi, mengatakan bahwa awal puasa akan jatuh pada Jumat, 20 Juli 2012. Sedangkan untuk Hari Raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu, 19 Agustus 2012. Al-Manie menegaskan, puasa akhir di bulan Ramadhan 1433 Hijriyah akan jatuh pada Sabtu, 18 Agustus 2012. Menurutnya, penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan bulan Haji adalah salah satu persiapan untuk melihat bulan baru. Nantinya penentuan tersebut akan memudahkan umat Islam dalam menentukan bulan-bulan Islam berikutnya. “Matahari akan ditetapkan pada tanggal 29 Syawal (bulan ke-10 Hijriyah setelah Ramdhan) yang sesuai dengan 9 Oktober pada 06:23, lima menit sebelum bulan akan ditetapkan pada 6:28 pm,” ujar Al-Manie seperti dikutip dari berita lokal Arab Saudi. Sementara itu, menurut Al-Manie, Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada 26 Oktober 2012. Hal ini dikarenakan hari pertama Dzulqaidah jatuh pada hari Senin, 17 September 2012, sedangkan Dzulhijah dimulai pada 17 Oktober 2012. Sementara itu, di Indonesia terjadi perbedaan dalam menentukan awal puasa Ramadhan 2012. Menurut Muhammadiyah, awal puasa akan terjadi pada 20 Juli 2012. Sedangkan menurut NU awal puasa akan jatuh pada 21 Juli 2012. Mengenai perbedaan tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama akan melakukan pertemuan khusus dengan kedua ormas keagamaan tersebut. Namun biasanya, pemerintah selalu mengikuti kebijakan dari NU baik awal puasa ataupun akhir puasa dan Hari Raya Idul Fitri.

Read more at: http://ciricara.com/2012/07/04/ulama-arab-awal-puasa-ramadhan-1433-jatuh-pada-20-juli-2012/
Copyright © CiriCara.com