Daftar Isi

Jumat, 09 Desember 2011

Anak adalah Amanah...Bukan Investasi !!


Beberapa hari belakangan ini, saya terlibat diskusi seru dengan sahabat sekaligus adik mengenai pendidikan terhadap anak. Diskusi ini berawal dari sempit dan minimnya pengetahuan saya tentang masalah parenting dan ketidak percayaan dirian saya dalam hal mengemban tanggung jawab ini. Tulisan ini saya buat terinspirasi dari diskusi tersebut dengan memberikan sedikit tambahan yang saya dapatkan dari browsing di internet.

Kunci utama dalam merawat, membesarkan dan mendidik anak kita adalah mindset kita tentang status anak didalam kehidupan kita harus kita perjelas terlebih dahulu. Status anak sebagai aset dan investasi keluarga harus kita hapus bersih-bersih dari otak kita. Jangan pernah memperlakukan anak bukan sebagai aset yang dapat kita perlakukan sesuai kemauan kita, bukan investasi yang diharap akan memberi imbalan berupa keuntungan materi dikemudian hari, dan harapan besar agar merawat kita kalau kita sudah tua kelak. Anak merupakan titipan Tuhan yang wajib kita pelihara, rawat, besarkan dan didik dijalan Allah. perlakukan semua anak sebagai Liability, memeliharanya sebagai kewajiban, membesarkan dan mendidik mereka sekuat tenaga dengan niat ibadah kepada Allah yang telah menitipkan mereka kepada kita. Jadi jangan pernah sedikitpun mempunyai rasa pamrih, mengharap balas budi dari anak kita atas semua yang telah kita lakukan.

Dengan menganggap mendidik anak sebagai kewajiban dalam rangka beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT, maka perilaku kita insya Allah akan selalu berada di dalam bimbingan Allah. Dengan demikian, enerji Illahi akan selalu mengalir menyertai ucapan dan perilaku kita dalam mendidik anak. Hasil yang kita harapkan adalah anak tidak akan berani dan mampu melawan enerji Illahi tersebut, sehingga tanpa perlu melakukan tindakan dan ucapan keras, mereka sudah segan dan tidak berkelakuan buruk.

Setiap anak butuh panutan dikeluarganya, butuh kebanggaan kepada orang tuanya. Dan figure tersebug sudah seharusnya berada di sosok orang tua. Dengan kata lain, kita harus selalu berusaha menjadi figur yang bisa mereka banggakan tanpa berperilaku sebagai komandan, tapi justru lebih banyak sebagai sahabat dan teman yang nyaman untuk berbagi. Kita harus mampu menempatkan diri sebagai orang tua yang mengayomi mereka, mampu menjadi wasit yang memperingatkan mereka kalau sudah keluar aturan permainan hidup dijalan Allah, mampu menjadi pembimbing dan penyuluh mereka waktu mereka dalam kegelapan dan kesulitan, mampu menjadi teman baik dan pendengar yang baik saat mereka perlu curhat tanpa digurui.

Sudah merupakan fenomena nyata bahwa setiap orang tua menginginkan anak yang sholeh, anak yang memiliki kepribadian yang baik. Dari uraian yangtelah disebutkan diatas, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendidik anak kita dengan harapan dia menjadi anak yang sholeh, diantaranya adalah :

1. Memulai segala sesuatu dari diri kita sendiri.

Buah yang baik, tidak akan pernah tumbuh dari tanah yang kering dan gersang, tanah yang tidak pernah di beri pupuk. Ini adalah sebuah perumpamaan bagi orang tua yang menginginkan anak yang sholeh. Salah satu faktor dominan dari kesholehan sang anak, pada umumnya sangat bergantung pada orang tuanya. Ia ibarat buah yang tumbuh baik dari tanah yang baik dan terawat. Banyak orang tua yang mengeluh tentang kenakalan anaknya, tetapi sedikit sekali di antara orang tua yang menyadari, hal itu adalah dampak dari apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Idealnya memang anak yang sholeh adalah berasal dari kedua orang tua yang sholeh, walaupun pada perjalanannya nanti, banyak juga faktor yang mempengaruhinya. Untuk memperbaiki atau merubah sifat anak, mulailah dari diri kita sendiri sebagai orang tua. Ingatlah, anak adalah satu sosok pembelajar yang sangat efektif dan baik, anak-anak menggunakan 70% kemampuan belajarnya sampai usai antara 15 atau 17 tahun, lalu sisanya adalah 30%. Anak sangat mudah sekali meniru, dan salah satu pemberi kontribusi terbesar yang akan ia tiru adalah orang yang ada di dekatnya, yaitu orang tua mereka.

2. Berilah mereka makanan yang halal.

Memperhatikan makanan tidak hanya pada tingkat makanan jasad saja, tetapi juga makanan jiwa. Memberikan ilmu berupa informasi yang baik kepada anak adalah salah satu bentuk 'suplemen' jiwa yang memiliki andil yang besar dalam membentuk kepribadian anak. Suplemen jiwa yang terbaik adalah Al Quran yang di implementasikan dalam contoh Rasulullah dalam keseharian. Mengajarkan anak tersenyum, berbagi, sedekah, berbuat kebaikan, meraih prestasi, dan masih banyak hal lainnya, semua sudah diajarkan Allah melalui contoh Rasulullah saw. Selain itu, cara orang tua mendapatkan rezeki (apakah halal atau tidak) juga sangat menentukan terhadap perkembangan sang anak.

3. Tumbuh Kembangkan mereka pada lingkungan yang baik

Lingkungan merupakan salah satu faktor terbesar yang dapat membentuk perilaku anak kita. Lingkungan adalah tempat kedua setelah rumah sebagai pendidik perkembangan kepribadian sang anak. Memilih lingkungan yang konduksif dan menempatkannya pada lingkungan yang baik adalah tugas dari orang tua kepada anaknya. Tentunya, dukungan orang tua terhadap apa yang di dapat melalui satu lingkungan merupakan hal terbaik yang dapat memperkokoh kepribadian sang anak. Contoh sederhananya, jangan sampai, ketika sang anak di sekolahnya dibiasakan mencuci tangan sebelum makan, atau makan menggunakan tangan kanan, tetapi ketika sampai di rumah, orang tuanya membiarkan bahkan mencontohkan makan dengan tangan kiri atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Ketidaksadaran orang tua karena disebabkan berbagai hal, dapat menyebabkan fenomena yang sering kita lihat, dalam sebuah perumpamaan yang ekstrim, orang tuanya pemiliki pesantren, tetapi anaknya ahli maksiat. Dalam mencermati fenomena ini, yang perlu kita perhatikan adalah, sang anak tidaklah lahir sebagai ahli maksiat, tetapi pada saatnyalah lingkungan yang menyeret dirinya untuk berbuat maksiat.


4. Jadilah sahabat bagi sang anak

Anak adalah anak, tetapi, anak pada waktunya akan tumbuh dewasa, dan tidak sedikit, banyak orang tua yang masih menganggap anaknya adalah anaknya yang masih kecil dan tidak pernah dewasa. Menjadi sahabat bagi sang anak adalah salah bentuk penghargaan dan kepercayaan kita terhadap tingkat pemahaman anak untuk menapaki kehidupan yang sesungguhnya sama sekali berbeda dengan kehidupan orang tuanya dulu. Untuk itu, perlulah para orang tua, menempatkan dirinya tidak hanya sebagai orang tua saja, tetapi juga sebagai sahabat yang bisa berbagi dan tempat yang paling nyaman bagi sang anak.

Masih banyak hal yang perlu kita perhatikan dalam rangka membentuk dan mencetak anak soleh, setidaknya ke empat hal ini dapat mewakili hal penting yang harus kita perhatikan untuk mendapatkan anak yang sholeh. Semoga tulisan ini bisa menjadikan cambuk bagi saya untuk selalu berusaha menjadi orangtua yang baik, meskipun bukan yang terbaik. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi semua. Terimakasih buat adik dan sahabat atas diskusinya yang telah menjadi inspirasi dan semangat tambahan bagi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar